Regulasi AI Kesehatan & Vaksin: Tantangan & Peluang di AIBC 2024 Tokyo
Konferensi Internasional “Artificial Intelligence and Blockchain Conference (AIBC 2024)” yang diselenggarakan di Universitas Tokyo, Jepang pada 11-13 September 2024, menghadirkan diskusi menarik tentang regulasi AI di berbagai sektor, termasuk kesehatan dan vaksin.
Sebagai salah satu peserta, saya berkesempatan untuk menyoroti isu regulasi dan etika dalam penggunaan AI di bidang layanan kesehatan dan industri vaksin, khususnya di Indonesia. Dengan populasi lebih dari 278 juta jiwa dan penetrasi internet yang tinggi (APJII 2024), Indonesia memiliki potensi besar dalam memanfaatkan AI untuk meningkatkan layanan kesehatan. Namun, regulasi yang jelas dan efektif menjadi kunci untuk mendorong inovasi dan memastikan keamanan pengguna.
Peran AI dalam Sektor Kesehatan dan Vaksin: Peluang dan Tantangan
AI telah merambah berbagai aspek di sektor kesehatan dan vaksin, mulai dari diagnosis hingga proses produksi. Di industri farmasi, AI digunakan untuk:
Diagnosis: AI dapat mendiagnosis penyakit dengan akurasi yang tinggi, bahkan lebih baik daripada dokter manusia, berkat kecepatan dan ketepatan dalam interpretasi data. Contohnya, EKG di Apple Watch yang telah disetujui FDA untuk skrining kesehatan mandiri.
Hasil Klinis: AI membantu menganalisis data klinis untuk memprediksi hasil pengobatan dan mengoptimalkan terapi.
Uji Klinis: AI mempercepat proses uji klinis dengan mengotomatiskan proses pengumpulan dan analisis data.
Proses Produksi: AI meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses produksi vaksin dengan mengoptimalkan alur kerja dan mengidentifikasi potensi masalah.
Salah satu contoh nyata adalah penggunaan AI - Smart Data Query (SDQ) oleh Pfizer dalam pengolahan data uji klinis vaksin COVID-
19. AI
mampu mengurangi waktu pembersihan data dari lebih dari 30 hari menjadi hanya 22 jam, mempercepat proses penelitian dan pengembangan vaksin.Regulasi AI: Kebutuhan mendesak untuk inovasi yang bertanggung jawab
Meskipun AI menawarkan potensi besar, regulasi yang tepat menjadi kunci untuk memaksimalkan manfaatnya dan meminimalisir risikonya. Di berbagai negara, regulasi AI di bidang kesehatan masih dalam tahap awal dan terus berkembang.
Uni Eropa: Uni Eropa memiliki regulasi yang ketat dengan Undang-Undang AI (EU AI Act) dan UU Perlindungan Data (GDPR) untuk memastikan penggunaan AI yang aman dan etis. EU AI Act mengkategorikan aplikasi AI berdasarkan tingkat risikonya, dan aplikasi AI di sektor kesehatan umumnya termasuk dalam kategori risiko tinggi.
Amerika Serikat: American Hospital Association (AHA) menekankan fleksibilitas regulasi AI untuk mengikuti inovasi dan mendukung perawat dalam penerapannya demi manfaat pasien. FDA AS juga mengembangkan rencana aksi untuk regulasi AI yang memungkinkan inovasi, namun tetap menjaga keamanan dan efektivitas.
Indonesia: Meskipun belum memiliki UU khusus tentang AI, Indonesia memiliki beberapa regulasi yang relevan seperti UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi dan UU Nomor 1/2024 tentang Perubahan UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Menteri Komunikasi dan Informatika juga telah mengeluarkan pedoman etika penggunaan AI yang menekankan transparansi dan akuntabilitas.
Tantangan dan Rekomendasi untuk Regulasi AI di Indonesia
Regulasi AI di bidang layanan kesehatan dan industri vaksin di Indonesia harus mempertimbangkan berbagai aspek, seperti:
Kecepatan perubahan teknologi: Regulasi harus adaptif dan responsif terhadap perkembangan teknologi AI yang cepat.
Bias dalam algoritma: Regulasi harus memastikan keadilan dan fairness dalam algoritma AI untuk menghindari diskriminasi.
Transparansi: Regulasi harus mendorong transparansi dalam penggunaan AI untuk meningkatkan kepercayaan pengguna.
Keselamatan pengguna: Regulasi harus memprioritaskan keselamatan pengguna dan meminimalisir risiko yang mungkin timbul dari penggunaan AI.
Rekomendasi untuk regulasi AI di Indonesia:
Penelitian dan konsultasi: Penting untuk melakukan penelitian dan konsultasi yang mendalam sebelum menyusun regulasi AI, termasuk belajar dari pengalaman internasional dan menyesuaikannya dengan konteks lokal.
Kerjasama multipihak: Kerjasama antara pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat sipil sangat penting untuk membangun regulasi AI yang komprehensif dan efektif.
Sosialisasi dan edukasi: Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang AI menjadi penting untuk mendorong penerimaan dan penggunaan AI yang bertanggung jawab.
Kesimpulan
AI menawarkan potensi besar untuk meningkatkan layanan kesehatan dan industri vaksin di Indonesia. Namun, untuk memaksimalkan potensi ini, diperlukan regulasi yang jelas, responsif, dan adaptif terhadap perubahan teknologi. Dengan regulasi yang tepat, Indonesia dapat menjadi pemimpin dalam pemanfaatan AI untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.