:strip_exif():quality(75)/medias/838/d6b541f033f5027d247a66e06bbe67de.jpeg)
Tibet, dengan ketinggian rata-rata di atas 4.500 meter di atas permukaan laut, dikenal sebagai 'Atap Dunia'. Wilayah ini juga dikenal sebagai wilayah yang dihindari oleh banyak maskapai penerbangan. Meskipun terdapat bandara internasional di Lhasa dan Xining, penerbangan komersial yang melintas di atas Tibet sangat terbatas. Mengapa demikian? Ada beberapa alasan mengapa pesawat memilih untuk menghindari langit di atas wilayah ini.
Ketinggian Ekstrem dan Kesulitan Pendaratan Darurat
Salah satu alasan utama pesawat menghindari terbang di atas Tibet adalah ketinggiannya yang ekstrem. Medan Tibet yang tinggi, dengan ketinggian rata-rata di atas 14.000 kaki (sekitar 4.26 km), membuat pesawat kesulitan melakukan pendaratan darurat jika terjadi masalah, seperti dekompresi kabin. Saat pesawat terbang pada ketinggian 30.000 hingga 42.000 kaki, mereka perlu turun ke ketinggian 10.000 kaki untuk mendapatkan oksigen yang cukup. Dengan keterbatasan bandara pengalihan di wilayah Tibet, maskapai memilih untuk tidak melintasi wilayah ini demi keselamatan penerbangan.
Turbulensi Udara yang Tinggi
Daerah pegunungan seperti Tibet rentan terhadap turbulensi udara. Arus udara yang tidak stabil di sekitar pegunungan, terutama saat cuaca buruk, dapat menyebabkan turbulensi yang kuat. Ini dapat mengganggu kenyamanan penumpang dan membuat penanganan pesawat dalam situasi darurat menjadi lebih rumit. Maskapai berusaha menghindari risiko ini dengan menghindari terbang di atas Tibet.
Risiko Pembekuan Bahan Bakar
Suhu yang sangat rendah di atas wilayah pegunungan seperti Tibet dapat menyebabkan pembekuan bahan bakar jet. Meskipun bahan bakar jet memiliki titik beku yang rendah, penerbangan jarak jauh di atas daerah dingin dapat menyebabkan kristal es terbentuk dalam bahan bakar. Ini dapat mengganggu kinerja mesin dan menyebabkan masalah serius bagi pesawat. Insiden pada penerbangan British Airways 38 yang terpaksa melakukan pendaratan darurat karena pembekuan bahan bakar menjadi bukti risiko ini.
Keterbatasan Infrastruktur di Tibet
Selain faktor cuaca dan ketinggian, keterbatasan infrastruktur di Tibet juga menjadi pertimbangan utama bagi maskapai. Dengan sedikitnya bandara dan fasilitas darurat di wilayah ini, maskapai merasa tidak aman untuk terbang di atas Tibet. Kurangnya infrastruktur pendukung dapat membuat penanganan situasi darurat menjadi lebih sulit dan berisiko.
Populasi yang Rendah dan Minimnya Permintaan
Tibet memiliki populasi yang rendah, sehingga permintaan untuk penerbangan komersial di atasnya juga minim. Ini membuat maskapai enggan untuk mengambil risiko terbang di atas area tersebut, karena potensi keuntungan finansial tidak sebanding dengan risiko yang terlibat. Selain itu, maskapai harus mempertimbangkan biaya tambahan untuk rute penerbangan yang lebih panjang untuk menghindari wilayah Tibet.
Tantangan dan Keselamatan Penerbangan
Dengan berbagai tantangan ini, tidak mengherankan jika banyak maskapai penerbangan memilih untuk menghindari wilayah Tibet. Maskapai memprioritaskan keselamatan penumpang dan berusaha meminimalkan risiko selama penerbangan. Meskipun terbang di atas Tibet mungkin lebih efisien dalam hal jarak tempuh, faktor keamanan menjadi prioritas utama, dan maskapai memilih rute penerbangan yang lebih aman meskipun lebih panjang.
Masa Depan Penerbangan di Atas Tibet
Meskipun tantangannya besar, ada kemungkinan bahwa penerbangan di atas Tibet akan meningkat di masa depan. Dengan meningkatnya investasi dalam infrastruktur dan teknologi penerbangan, serta meningkatnya permintaan untuk akses ke wilayah ini, maskapai mungkin akan mempertimbangkan kembali kebijakan penerbangan mereka. Namun, keselamatan penerbangan tetap menjadi prioritas utama, dan maskapai akan terus mempertimbangkan risiko sebelum melintasi wilayah Tibet.
Kesimpulan
Meskipun keindahan dan misteri Tibet menarik perhatian dunia, tantangan keamanan dan infrastruktur di wilayah ini membuat penerbangan di atas Tibet menjadi pilihan yang sulit bagi banyak maskapai. Ketinggian ekstrem, turbulensi, risiko pembekuan bahan bakar, infrastruktur terbatas, dan populasi yang rendah adalah faktor-faktor utama yang membuat pesawat memilih untuk menghindari terbang di atas 'Atap Dunia'. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi dan investasi dalam infrastruktur, masa depan penerbangan di atas Tibet mungkin akan mengalami perubahan.