Tekno

Kenapa Pesawat Jarang Terbang di Atas Tibet? Alasan & Tantangannya

Tibet, yang dikenal sebagai 'Atap Dunia', merupakan wilayah yang dihindari oleh banyak maskapai penerbangan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, terutama ketinggiannya yang ekstrem dan kondisi lingkungan yang menantang. Meskipun terdapat bandara internasional di Lhasa dan Xining, penerbangan komersial yang melintasi wilayah Tibet masih sangat terbatas.

Tantangan Penerbangan di Atas Tibet

Berikut beberapa alasan utama mengapa pesawat jarang terbang di atas Tibet:

1. Ketinggian Ekstrem dan Risiko Pendaratan Darurat

Tibet memiliki ketinggian rata-rata lebih dari 4.500 meter di atas permukaan laut, menghadirkan tantangan besar bagi penerbangan. Ketinggian ini membuat pesawat sulit melakukan pendaratan darurat jika terjadi masalah, seperti dekompresi kabin. Meskipun pesawat terbang pada ketinggian 30.000 hingga 42.000 kaki, mereka harus turun ke ketinggian 10.000 kaki untuk mendapatkan oksigen yang cukup. Dengan keterbatasan bandara pengalihan di wilayah tersebut, maskapai memilih untuk menghindari risiko ini demi keselamatan penumpang.

2. Turbulensi Udara yang Tinggi

Daerah pegunungan seperti Tibet rentan terhadap turbulensi udara, yang disebabkan oleh arus udara yang tidak stabil. Terbang di atas pegunungan Himalaya meningkatkan risiko turbulensi, terutama saat cuaca buruk. Hal ini dapat mengganggu kenyamanan penumpang dan mempersulit penanganan dalam situasi darurat. Turbulensi yang kuat bisa membahayakan keselamatan penerbangan dan mengganggu perjalanan penumpang.

3. Risiko Pembekuan Bahan Bakar

Suhu yang sangat rendah di atas wilayah pegunungan bisa menyebabkan pembekuan bahan bakar jet. Meskipun bahan bakar jet memiliki titik beku yang rendah, penerbangan jarak jauh di atas daerah dingin dapat menyebabkan kristal es terbentuk dalam bahan bakar, yang bisa mengganggu kinerja mesin.

4. Keterbatasan Infrastruktur dan Fasilitas

Selain faktor cuaca dan ketinggian, infrastruktur yang terbatas di Tibet juga menjadi pertimbangan utama. Dengan sedikitnya bandara dan fasilitas darurat, maskapai lebih memilih untuk menghindari daerah ini. Ketiadaan fasilitas pendukung yang memadai dapat membahayakan penerbangan jika terjadi situasi darurat.

5. Populasi yang Rendah dan Permintaan yang Minim

Wilayah Tibet memiliki populasi yang rendah, sehingga permintaan untuk penerbangan komersial di atasnya juga minim. Hal ini membuat maskapai enggan untuk mengambil risiko terbang di atas area tersebut, mengingat biaya operasional yang tinggi dan kemungkinan keuntungan yang rendah.

6. Kondisi Cuaca yang Tidak Stabil

Kondisi cuaca di Tibet sangat tidak stabil, dengan perubahan yang cepat dan ekstrem. Hujan salju, angin kencang, dan kabut tebal bisa terjadi kapan saja, membuat penerbangan sangat berisiko. Cuaca buruk dapat mengganggu visibilitas, membuat pendaratan dan lepas landas sangat sulit.

Kesimpulan

Dengan berbagai tantangan ini, tidak mengherankan jika banyak maskapai penerbangan memilih untuk menghindari wilayah Tibet. Meskipun penerbangan di atas Tibet menghadirkan risiko yang signifikan, upaya terus dilakukan untuk meningkatkan infrastruktur dan teknologi penerbangan untuk mengatasi tantangan tersebut. Di masa depan, mungkin saja kita akan melihat peningkatan penerbangan komersial di atas wilayah ini seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan keamanan penerbangan.