:strip_exif():quality(75)/medias/1716/dd5d2d33668a44b8145d672623bd6c3c.jpeg)
Bisphenol-A (BPA) adalah bahan kimia yang banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, dari kemasan makanan hingga peralatan medis. Kehadiran BPA kerap dikaitkan dengan risiko kesehatan seperti diabetes dan kanker, sehingga banyak orang merasa khawatir. Namun, apakah kekhawatiran tersebut benar-benar berdasar?
Fakta Ilmiah tentang BPA dan Kesehatan
Laurentius Aswin Pramono, ahli endokrin-metabolik, menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada bukti ilmiah yang kuat bahwa BPA menyebabkan diabetes atau kanker pada manusia. Penelitian yang ada umumnya dilakukan pada hewan coba dan belum tentu berlaku pada manusia.
"Hingga saat ini, belum ada konsensus ilmiah yang menyatakan BPA menyebabkan diabetes atau kanker pada manusia," tegas Aswin. "Penelitian yang ada hanya dilakukan di laboratorium dengan hewan coba, dan belum tentu berlaku pada manusia."
Meskipun BPA sering disebut sebagai "endocrine disruptor" yang dapat mengganggu hormon, Aswin mengingatkan bahwa klaim ini masih perlu dikaji lebih lanjut. "Pedoman kesehatan dunia menekankan pada evidence-based medicine, artinya bukti ilmiah yang kuat," jelasnya. "Penelitian pada manusia merupakan bukti yang paling kuat, bukan hanya pada hewan coba."
Penelitian tentang BPA: Belum Konsisten dan Perlu Dikaji Lebih Lanjut
Nugraha Edhi Suyatma, ahli polimer dan Guru Besar Teknologi Pangan IPB, juga menyatakan bahwa penelitian tentang BPA masih belum konsisten dan perlu penelitian lebih lanjut. Ia mencontohkan hasil penelitian di Makassar yang menunjukkan bahwa migrasi BPA pada kemasan pangan sangat rendah, jauh di bawah batas aman yang ditetapkan BPOM.
"Penelitian ITB juga menemukan bahwa BPA tidak terdeteksi pada galon air minum dari empat merk yang banyak dikonsumsi di Indonesia," tambahnya.
Mekanisme Tubuh dalam Mengatasi BPA
Aswin juga menjelaskan bahwa tubuh manusia memiliki mekanisme alami untuk memetabolisme BPA. "Hati kita dapat memecah BPA dan membuangnya melalui feses dan urin," ujarnya. "Jadi, BPA tidak terakumulasi di dalam tubuh."
Regulasi BPA di Indonesia
Meskipun belum ada regulasi khusus untuk BPA di Indonesia, BPOM telah menetapkan batas migrasi maksimum BPA pada kemasan pangan. Aswin menekankan bahwa batas aman toleransi BPA masih jauh lebih tinggi dari kadar BPA yang ditemukan dalam air minum.
Khawatir Berlebihan: Apa yang Perlu Dilakukan?
"Khawatir berlebihan tentang BPA justru akan membuat kita tidak tenang," kata Aswin. "Banyak bahan kimia lain yang jauh lebih berisiko, seperti asap rokok, dan BPA belum masuk kategori karsinogen."
Intinya, jangan mudah termakan isu-isu yang belum terbukti secara ilmiah. Tetaplah hidup sehat dan jangan lupa untuk menjaga gaya hidup yang baik. Konsumsi makanan sehat, berolahraga secara teratur, dan hindari kebiasaan buruk seperti merokok.
Kesimpulan:
Meskipun masih banyak penelitian yang perlu dilakukan, para ahli menekankan pentingnya tidak panik berlebihan tentang BPA. Penelitian yang lebih lanjut dan komprehensif dibutuhkan untuk memahami sepenuhnya potensi risiko BPA bagi kesehatan manusia. Sampai saat ini, belum ada bukti ilmiah yang kuat yang menunjukkan bahwa BPA menyebabkan diabetes atau kanker pada manusia.